BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Psikologi
kepribadian merupakan cabang dari ilmu psikologi yang membahas kepribadian
manusia, sehingga psikologi kepribadian membahas apa dan bagaimana kepribadian
itu ada terbentuk pada diri manusia.Pada teori sosial kognitif, dijelaskan
mengenai tingkah laku manusia dari segi hubungan timbal balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara
timbal balik (Bandura, 1977).
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran
filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa
filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme
Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah
Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu
kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap
filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan,
juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia
terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat
hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.Ada beberapa ciri eksistensialisme,
yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis
sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu
realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang
konkret.
Jadi kedua aliran ini muncul
untuk untuk menggambarkan manusia secara
konkret dengan terlihat memperoleh pandangan munculnya perilaku manusia.
Anggapan manusia dari sudut pandang sosiokognitif dengan berbagai factor yang
muncul serta pandangan menurut aliran eksistensialisme.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian aliran sosiokognitif?
2. Hubungan teori belajar sosial dengan aliran
sosiokognitif?
3. Apa
saja faktor-faktor dalam teori sosiokognitif?
4. Pengertian aliran eksistensialisme?
5. Latar belakang munculnya aliran eksistensialisme?
6. Ciri-ciri aliran eksistensialisme?
7. Tokoh-tokoh aliran eksistensialisme?
8. Persamaan para tokoh aliran eksistensialisme?
1.3
Tujuan
1. Agar
mahasiswa mengetahui pengertian aliran
sosiokognitif dan faktor-faktornya.
2. Agar
mahasiswa mengetahui hubungan teori
belajar sosial dengan aliran sosiokognitif.
3. Agar
mahasiswa mengetahui pengertian
aliran eksistensialisme dan ciri-
cirinya.
4. Agar mahasiswa mengetahui latar belakang munculnya
aliran eksistensialisme.
5. Agar
mahasiswa mengetahui tokoh-tokoh
serta persamaan pendapat dari para tokoh aliran eksistensialisme.
1.4 Manfaat
1.
Memberitahukan
tentang aliran sosiokognitif dan aliran eksistensialisme menurut para ahli.
2.
Memberi
pemahaman tentang hakikat perilaku sebagai manusia berdasarkan aliran
sosiokognitif dan aliran eksistensialisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Aliran
Sosiokognitif
Menurut Bandura (dalam Woolfolk, 2009) teori sosial kognitif
adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan perilaku
manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan. Teori ini
didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif
adalah sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Albert Bandura (dalam Santrock, 2010) mengatakan bahwa ketika murid belajar,
mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasikan pengalaman mereka secara
kognitif.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal, memprediksi
perilaku dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku
tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), dan
karakteristik individu (personal
characteristic) saling berinteraksi.
Menurut Ormrod (2006) dalam teori
sosial kognitif terdapat lima asumsi dasar antara lain; seseorang dapat belajar
dengan mengamati orang lain, belajar merupakan proses internal yang memiliki
kemungkinan mempengaruhi perilaku, perilaku dilakukan untuk mencapai tujuan,
perilaku akan secepatnya diterima oleh diri dan dapat menjadi suatu kebiasaan,
dan asumsi terakhir dari teori sosial kognitif adalah reinforcement dan punishment
memiliki efek secara tidak langsung pada belajar dan perilaku.
2.1.1Teori Belajar Sosial
Teori
yang erat kaitannya dengan teori sosiokognitif yang dikembangkan oleh Bandura.TeoriBanduramenjelaskanperilaku
manusiadalam halinteraksitimbal balikyang berkesinambungan antarakognitif, perilaku,
dan faktorlingkungan (Chowdhury, 2006).Dalam Slavin
(2008) disebutkan bahwa teori pembelajaran sosial dilatarbelakangi dari Bandura
yang memandang perilaku individu tidak hanya refleks otomatis (Stimulus –
Respon) tetapi juga reaksi yang timbul atas interaksi lingkungan dengan proses
mental internal individu tersebut.
Teori belajar sosial menekankan observational learning
sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang
mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman
yang diberikan kepada orang lain.Dalam analisis Bandura, 1986 (dalam Woolfolk, 2004)
ada beberapa fase tentang observational learning atau modelingyaitu; fase
perhatian, fase pengingatan, reproduksi, dan fase motivasi. Yang
penjelasan dari fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase Perhatian
Pada fase ini siswa memberikan
perhatian pada orang yang ditiru. Pada umumnya, siswa memberikan perhatian pada
panutan yang memikat, berhasil, menarik, dan popular. Di ruang kelas, guru
mendapatkan perhatian siswa dengan menyajikan isyarat yang jelas dan menarik,
dengan menggunakan sesuatu yang baru dan kejutan, dan memotivasi siswa.
2. Fase Pengingatan
Begitu guru mendapatkan perhatian
siswa, kinilah saatnya mencontohkan perilaku yang mereka inginkan dan kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempraktikkan dan berlatih.
3. Reproduksi
Selama fase ini siswa mencoba untuk
mencocokkan perilaku mereka dengan perilaku orang yang ditiru.
4. Fase Motivasi
Dalam tahap ini siswa akan meniru
orang yang akan ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan seperti itu akan
meningkatkan perluang mereka sendiri dikuatkan
2.1.2Faktor-Faktor
dalam Teori SosioKognitif
Dalam teori sosial kognitif, faktor internal maupun
eksternal dianggap penting. Peristiwa di lingkungan, faktor-faktor personal, dan perilaku
dilihat saling berinteraksi dalam proses belajar. Faktor-faktor personal
(keyakinan, ekspektasi, sikap, dan pengetahuan), lingkungan fisik dan sosial
(sumber daya, konskuensi tindakan, orang lain, dan setting fisik) semuanya
saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Bandura menyebutkan interaksi
kekuatan-kekuatan ini dengan reciprocal determinism.
Faktor-faktor sosial seperti model, panutan, strategi
instruksional, dan umpan balik (elemen-elemen lingkungan untuk siswa) dapat mempengaruhi
faktor-faktor
personal siswa, seperti tujuan, sense of efficacyuntuk suatu tugas, atribusi
dan proses-proses self-regulated seperti merencanakan, memonitor, dan
mengontrol distraksi. Pengaruh sosial di lingkungan dan faktor-faktor personal
mendorong perilaku untuk menghasilkan pencapaian seperti persistensi dan usaha
serta pembelajaran. Akan tetapi, perilaku-perilaku ini juga berdampak secara
resiprokal pada faktor-faktor personal.
3.1 Aliran
Eksistensialisme
Kata dasar eksistensi (existency)
adalah exist yang berasal dari bahasa latin ex yang berarti keluar dan sistere
yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang
dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam
bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada). Cara
berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani,
ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya,
jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan
belum selesai, yang masih dalam proses menjadi; ia selalu sedang ini atau
sedang itu.
Eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada
eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam
ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana
yang tidak benar.Kejelasan mengenai filsafat
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada
manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; domba dan pohon
juga. Akan tetapi cara beradanya berbeda.
Manusia menyadari keberadaannya di dunia, menghadapinya dan mengerti apa
yang dihadapainya. Sedangkan benda atau materi lain tidak menyadari dirinya
sendiri.Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia
mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai
subyek.Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Namun tidak halnya dengan
benda, hewan / materi lain, mereka hanyalah benda / barang yang disadari oleh
manusia, yang disebut sebagai objek.
3.1.2 Latar Belakang Aliran Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme lahir dari
berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada
sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
1.
Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya
adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Jadi pada prinsipnya manusia
hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul
ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
2.
Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya
sebagai kesadaran. Idealisme menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan
sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi
tidak ada barang lain selain pikiran/kesadaran.
3.
Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan
kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu
itu keadaan dunia tidak menentu. Seperti, pemberontakan aliran ini terhadap
alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan
teknologi, serta gerakan massa. Protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik
gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan
perorangan di dalam massa. Dengan kata lain, kebebasan merupakan hal yang
sangat langka pada saat itu.
3.1.3
Ciri-Ciri Aliran Eksistensialisme
Mengidentifikasi ciri aliran eksistensialisme sebagai
berikut :
a. Eksistensialisme adalah pemberontakan
dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap
idealisme Hegel.
b. Eksistensialisme adalah suatu proses
atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari
kehidupan konkrit.
c. Eksistensialisme juga merupakan
pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman
industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
d. Eksistensialisme merupakan protes
terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung
menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
e. Eksistensialisme menekankan situasi
manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
f. Eksistensialisme menekankan keunikan
dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam
dan langsung.
3.1.4
Tokoh-Tokoh Aliran Eksistensialisme
1. Soren Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (lahir di
Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November
1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal
dari Denmark.Kierkegaard menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang
diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia
(Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum.
Menurut Kierkegaard manusia tidak
pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu
kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan
atau apa yang ia anggap kemungkinan.
b. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir
tanggal 21 Juni 1905 di Paris dan meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur
74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis.Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya
anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone.Ia
dianggap yang mempopulerkan aliran eksistensialisme.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih
dulu ada dibanding esensi (L’existence précède l’essence). Manusia tidak
memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil
kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre
selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L’homme est
condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah
diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar
dan bebas bagi diri sendiri.
c. Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir di Mebkirch,
Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah
seorang filsuf asal Jerman.Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund
Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928.
Inti pemikirannya adalah keberadaan
manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar
manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada
diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu
benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap
tindakan dan tujuan mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik,
dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki
tujuan apa-apa kalau terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena
manusia.
d. Friedrich Nietzsche
Menurut Friedrich, manusia yang
berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to
power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh)
yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat
dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih
aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
e. Nicholas Berdyaev
Berdyaev dilahirkan di Kiev dalam
suatu keluarga militer aristokrat.Ia hidup sendirian di masa kanak-kanaknya di
rumah, dan perpustakaan ayahnya memungkinkannya banyak membaca. Ia membaca
karya-karya Hegel, Schopenhauer, dan Kant ketika usianya baru 14 tahun dan ia
menguasai berbagai bahasa asing.
Filsafatnya dicirikan sebagai
eksistensialis Kristen.Ia sangat memperhatikan kreativitas dan khususnya
kemerdekaan dari segala sesuatu yang menghalangi kreativitas. Berdyaev adalah
seorang Kristen yang saleh, namun ia seringkali kritis terhadap gereja yang
mapan.
3.1.5Persamaan
Pandangan Para Tokoh Aliran Eksistensialisme
Persamaan-persamaan
tersebut antara lain :
a) Motif pokok
dari filsafat eksistensialisme ialah apa yang disebut ‘eksistensi’, yaitu cara
manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia.Oleh karena itu bersifat humanistis.
b) Bereksistensi
harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya
secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan.
c) Manusia
dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih
dalam proses menjadi
d) Tekanan
filsafat eksistensialisme adalah kepada pengalaman konkrit, yakni pengalaman
yang eksistensial.
Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa pangkal tolak filsafat eksistensialisme ialah
eksistensi.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi merupakan
peristiwa yang azasi.Manusia menjadi sadar agar bisa berbuat, dan berbuat
bertujuan dalam berbuat dia menyempurnakan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar